Metode ilmiah; antara kemajuan Eropa dan budaya Islam

Jika menilik kemajuan Eropa dalam bidang keilmuan dan teknologi di dunia moderen, hal ini tidak lepas dari munculnya metode-metode ilmiah keilmuan dan inspirasi-inspirasi filsafat alam yang didapat dari alam pikiran budaya Yunani pada masa ‘pencerahan’ atau renaissance. Selama ini, jamak pendapat bahwa ilmuwan Eropa memperoleh dasar dari metode ilmiah dari filsuf-filsuf Yunani. Roger Bacon yang disebut-sebut sebagai advokat bagi metode ilmiah moderen di Eropa dikatakan terinspirasi oleh Aristoteles dan Plato. Akan tetapi patut diketahui bahwa sifat dan semangat dari folosofi alam Yunani adalah bersifat spekulatif, lebih mengutamakan teori dan tidak mengindahkan kenyataan atau pengalaman konkret. Ilmu pengetahuan moderen amat mengedepankan aspek pengamatan langung dan bukan sekedar teori belaka yang bersifat spekulatif. Hal ini terutama terlihat dalam ilmu-ilmu alam fisik seperti fisika, dimana suatu teori harus mendapatkan konfirmasi melalui eksperimen untuk membuktikan kebenarannya. Kebudayaan Yunani tidak mengenal penyelidikan dan pengumpulan secara sabar terhadap pengetahuan, serta metode-metode keilmuan yang begitu cermat, dan observasi serta penyelidikan eksperimantal yang rinci dan panjang. Roger Bacon sendiri sebenarnya mempelajari metode ilmiah dari Universitas Islam Spanyol. Karyanya Opus Majus yang berisi penjelasan ilmiah tentang matematika, optik, kimia, dan mekanika sebenarnya berisi metode-metode yang berasal dari ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Al-Kindi dan Ibn Al-Haytham. Antropolog Robert Briffault dalam bukunya’The Making of Humanity’ menuliskan;

Baik Roger Bacon maupun kawan sejawatnya yang kemudian, tidak berhak disebut sebagai orang yang telah memperkenalkan metode eksperimen. Roger Bacon tak lebih hanya salah seorang utusan saja dari ilmu pengetahuan dan metode Islam kepada dunia Kristen di Eropa, dan dia pun tak kenal letih mengumumkan, bahwa pengetahuan bahasa dan ilmu pengetahuan Arab bagi mereka yang sezaman adalah satu-satunya jalan ke arah pengetahuan yang sebenarnya. Perdebatan-perdebatan seperti misalnya tentang siapa pencipta pertama metode eksperimen ialah sebagian dari penafsiran yang besar sekali tentang asal-usul peradaban Eropa. Metode eksperimen Islam itu pada masa Bacon secara luas dan bersungguh-sungguh disebarkan ke seluruh Eropa. (hal. 202)

Budaya Islam melalui semangat Al-Qur’an yang mendasarkan sumber pengetahuan pada tiga sumber, yaitu pengalaman batin, alam, dan sejarah tentu bertentangan dengan semangat filsafat alam Yunani. Hal ini tidak lain karena budaya Islam yang berfokus pada pengalaman konkret (kenyataan) dan menuntut adanya observasi secara langsung terhadap alam guna memahami hakikat alam dan terutama demi memahami sifat ketuhanan.  Hal ini juga tidak lepas dari perintah yang ada dalam kitab Al-Qur’an agar memerhatikan pergantian siang-malam, peredaran bulan dan matahari serta peredaran planet karena Tuhan menampakkan tanda-tandanya melalui alam. Walaupun harus diakui bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim banyak yang memperoleh wawasan ilmu dari alam pikir Yunani, akan tetapi ilmuwan-ilmuwan muslim menyadari bahwa apabila terus menyandarkan diri pada alam pikiran Yunani yang tida mendasarkan pemikirannya pada kenyataan maka akan terjadi kegagalan yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Metode observasi dan eksperiman lahir dalam kebudayaan Islam bukan karena suatu kompromi dengan pemikiran Yunani, tetapi karena ada pergulatan yang lama sekali dengan pemikiran itu. Pengaruh Yunani yang pada umumnya menyukai teori, bukan kenyataan, malah lebih mengaburkan pandangan orang Islam terhadap Al-Qur’an. Maka dengan semangat Al-Qur’an sebagai pedoman, ilmuwan-ilmuwan muslim melakukan revolusi terhadap alam pikiran Yunani, sebuah revolusi ilmiah. Menurut kebudayaan Islam bahwa ilmu harus dinilai dengan yang konkret, hanya kekuatan intelektual yang menguasai yang konkret-lah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia untuk dapat melampaui yang konkret, seperti dalam Al-Qur’an;

O masyarakat jin dan manusia, kalau kalian dapat menembus perbatasan-perbatasan langit dan bumi, tembuslah. Tapi hanya dengan kekuasaan sajalah kalian dapat menembusnya. (QS. 55:33)

Dengan semangat anti-klasik Al-Qur’an ilmuwan-ilmuwan muslim melakukan penyelidikan-penyelidikan dan observasi cermat secara langsung terhadap alam yang memunculkan metode-metode ilmiah yang menjadi dasar bagi keilmuwan moderen. Ilmuwan-ilmuawan muslim berhasil mendeskripsikan alam jauh berabad-abad sebelum ilmuwan Eropa melakukannya. 6 abad sebelum Isaac Newton merumuskan gerak benda secara matematis, Ibnu Sina telah menganalisisnya lebih dahulu. 3 abad sebelum William Harvey menemukan sirkulasi darah, Ibn Al-Nafis menggambarkan bagaimana darah mengalir dalam tubuh. Ibn Al-Haytham menemukan spektrum sebelum Newton & melakukan eksperimen sebagai dasar metode ilmiah. Atomisme Asy’ari & gagasan “lompatan” Al-Nazzam muncul jauh sebelum J. J. Thompson, Ernest Rutherford dan Niels Bohr dengan lompatan kuantumnya. Jadi Anggapan bahwa metode ilmiah berasal dari Eropa dan mendapat inspirasi dari filsafat alam Yunani adalah pendapat yang salah, dan Eropa patut berhutang pada kebudayaan Islam atas kemajuan yang dicapainya.

Referensi;

  1. Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, Yogyakarta; Jalasutra, 2008.
  2. Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad; Sejarah Dunia Versi Islam, Jakarta; Penerbit Zaman, 2009.
Advertisement

One thought on “Metode ilmiah; antara kemajuan Eropa dan budaya Islam

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s