Category: travel & photography
日本三景, The Three Most Scenic Spot in Japan (Part 2): The Sandbar of Amanohashidate, Kyoto
日本三景, The Three Most Scenic Spot in Japan (Part 1): Itsukushima Shrine, Hiroshima
Minamisanriku: ruins that speak (puing-puing yang berbicara)
Tidak terasa sudah Tujuh bulan sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota Sendai, prefektur Miyagi, Jepang. Saat itu saya hampir tidak bisa percaya kalau tujuh bulan sebelum kedatangan saya ke Jepang gempa besar(9 M) telah memukul kota ini pada Jumat 11 Maret 2011. Kota ini begitu normal, hampir tidak saya temui reruntuhan bangunan di sana-sini (hanya terlihat beberapa retakan di beberapa gedung yang beberapa bulan kemudian segera diperbaiki), transportasi berjalan normal, orang-orang beraktivitas sperti biasa. Tidak ada ketakutan atau kekhawatiran sama sekali ketika pertama kali menginjakkan kaki di sini, hanya kekaguman akan bagaimana pemulihan secepat ini bisa dilakukan. mengingat betapa mengerikan dan dahsyatnya gempa yang memukul daerah ini seperti yang saya lihat di siaran-siaran televisi sewaktu masih di Indonesia. Saat itu di televisi saya melihat kerusakan yang luar biasa ditambah Tsunami yang menghantam sebagian wilayah di pesisir pantai timur wilayah Tohoku. namun, kengerian dan kekhawatiran itu sirna ketika pertama kali melihat keindahan kota Sendai, yang juga terkenal sebagai “kota pepohonan” “the city of trees”.

Tapi… Hari itu, Jumat 4 Mei 2012, kengerian akan gempa dan Tsunami kembali menyambangi pikirian. Di tempat itu, Minamisanriku sebuah kota yang terletak di pantai timur prefektur Miyagi yang tersapu Tsunami 11 Maret 2011. Sekitar 95% kota ini porak -poranda tersapu Tsunami dan sekitar 9000 orang meninggal karenanya. Pemandangan yang tersaji saat memasuki kota ini tidak lain adalah reruntuhan dan puing-puing bangunan serta tumpukan “sampah” yang menggunung juga tumpukan bangkai-bangkai mobil. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya fondasi bangunan yang hampir rata dengan tanah, dan hanya terlihat beberapa gedung tinggi yang masih berdiri namun berhiaskan retakan dan kerusakan di seluruh bangunan. Kota ini hampir seperti kota mati. Reruntuhan, puing-puing serta bangkai benda-benda yang menumpuk menggunung seolah bercerita bagaimana dahsyatnya sapuan Tsunami yang menerjang pada saat itu, sangat terasa bagaimana mengerikannya andaikan kita berada di saat bencana itu terjadi. Jika bangunan-banguan yang kokoh saja runtuh diterjang, bagaimana dengan tubuh-tubuh manusia saat itu?




Syukurlah, kota ini tidak benar-benar mati. Geliat kehidupan masyarakanya sudah terlihat. Rekonstruksi terlihat sedang berjalan, beberapa pusat perbelanjaan seperti pasar didirikan untuk menggerakkan kembali ekonomi di daerah ini. Terlihat juga banyak pendatang yang berkunjung ke daerah ini. Saya datang ke Minamisanriku bersama rombongan Perhimpunan Pelajar Indonesia Sendai (PPIS). Bersama orang-orang Indonesia lainnya yang berdomisili di Tokyo kami mengadakan semacam pameran budaya dan makanan Indonesia guna menyampaikan rasa simpati serta memberikan hiburan bagi masyarakat Minamisanriku.



